Thursday, December 3, 2009

Peneliti Lokal Ciptakan Alat Tes Hepatitis Murah

| |



Jakarta, Hepatitis adalah salah satu penyakit yang cukup menakutkan karena jika telat diobati bisa berujung pada sirosis atau kanker hati. Tapi kini ada alat cepat dan murah yang diciptakan peneliti lokal untuk mendeteksi apakah seseorang terkena hepatitis atau tidak.

Selama ini orang hanya tahu untuk mendeteksi penyakit hepatitis melalui tes darah di laboratorium yang tentu saja harganya sangat mahal. Karenanya banyak orang yang tidak pernah melakukan pemeriksaan. Diharapkan dengan adanya alat tes hepatitis yang cepat dan murah, seseorang bisa mendapatkan perawatan lebih awal.

Alat tes hepatitis yang murah dan cepat ini diciptakan oleh seorang peneliti dari lombok bernama Prof. DR. dr Mulyanto dari Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Prof Mulyanto berhasil menciptakan alat tes untuk hepatitis B dan C yang saat ini banyak diderita oleh masyarakat. Selain itu Prof Mulyanto juga sedang melakukan penelitian untuk alat deteksi malaria yang bekerja sama dengan Univerista Nagoya di Jepang.

Harga alat ini berkisar Rp 5.000-Rp 10.000 per test pack. Tapi alat ini baru dijual di wilayah Lombok NTB belum menyebar ke seluruh Indonesia. Diharapkan penjualannya di Jakarta sudah bisa dialkukan tahun 2010.

Prof Dr H Ali Sulaiman, SpPD-KGEH mengungkapkan reagen ini berhasil dibuat sendiri oleh peneliti dari Lombok dan sudah digunakan di daerah tersebut. "Diharapkan tahun depan alat ini sudah ada di DKI Jakarta dan bisa diakses hingga ke puskesmas-puskesmas," katanya alam acara konferensi pers simposium "Pendekatan Terkini Hepatitis B dan C dalam Praktik Klinis Sehari-hari" di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (3/12/2009).

"Alat ini hampir mirip dengan alat tes kehamilan tapi menggunakan darah, nanti alat tersebut akan menunjukkan apakah kita positif atau negatif terhadap penyakit hepatitis," ujar tambahnya.

Jika seorang ditemukan menderita hepatitis B atau C pada stadium dini, maka upaya pencegahan dan pengobatan pada pasien tersebut menjadi lebih ringan dan harapan untuk tidak terjadi sirosis atau kanker hati lebih tinggi.

Alat ini hanya bisa digunakan sebagai deteksi dini saja. Jika hasil yang didapatkan positif maka pasien diharuskan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai kadar SGOT, SGPT atau jumlah virus yang ada dalam tubuhnya, tentu saja harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan deteksi dini ini.

"Harga untuk alat ini terbilang sangat murah karena tidak sampai 10 ribu satu alat," ungkap Dr Dien Emawati MKes, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

Jika ada satu orang yang terdiagnosis positif dengan menggunakan alat ini, maka petugas bisa mencegah terjadinya penularan terhadap orang-orang disekitarnya dengan memberikan vaksinasi untuk hepatitis. Sehingga nantinya angka penderita hepatitis menurun serta mencegah terjadinya sirosis atau kanker hati.

"Setiap alat bisa saja memiliki false negative, tapi untuk alat ini persentasenya di bawah 5 persen untuk kesalahan diagnosa," ujar dokter pendiri Klinik Hati ini.

Penyakit hepatitis biasanya baru dapat terdeteksi jika sudah stadium lanjut, tapi untuk mengenali gejala awal dari hepatitis adalah seseorang mudah sekali lelah dan perasaan mual, jika sudah lebih parah kulit dan mata akan menjadi kuning.

Pencegahan awal yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka penderita hepatitis adalah dengan memberikan pengetahuan lebih terhadap dokter umum maupun dokter yang ada di puskesmas, sehingga orang tidak perlu ke rumah sakit untuk bisa mengetahui dirinya terkena hepatitis atau tidak. Di Jakarta terdapat 338 puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta.

"Dari 9,3 juta warga DKI Jakarta, diperkirakan sekitar 500 ribu warga menderita penyakit hepatitis baik hepatitis B ataupun C. Karenanya jika kemampuan dokter di puskesmas sama dengan di rumah sakit diharapkan bisa mendeteksi lebih dini jika ada pasien yang menunjukkan gejala hepatitis," ungkap Dr Dien.

Dr Dien mengungkapkan banyaknya orang yang terdeteksi penyakit hepatitis ini akibat belum mendapatkan vaksin saat kecil atau divaksinasi tapi tidak lengkap, sehingga tubuh belum bisa memberikan perlindungan secara maksimal. Dan penderita hepatitis ini sebagian besar berada di DKI Jakarta, yang paling banyak akibat penggunaan jarum suntik (IDU).

Jika alat deteksi cepat dan murah ini sudah tersedia di puskesmas-puskesmas seluruh DKI Jakarta, maka angka penderita hepatitis yang mengalami sirosis atau angka penularan penyakit ini akan menurun.
(ver/ir)

0 comments:

top

Post a Comment

Google Tool's

Blog Archive

Labels

Blog Tetangga

My Facebook

free counters

Messenger ID