Tuesday, December 1, 2009

Indonesian Television..!!

| |

Televisi merupakan sebuah media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat. Media yang berkarakter Audio-Visual ini memang sedikit mirip dengan budaya lisan yang dimiliki masyarakat kita. Berbeda dengan budaya baca-tulis. Maka tak heran jika masyarakat kita masih banyak yang buta huruf, dan keinginan untuk memiliki televisi jauh lebih tinggi daripada keinginan untuk membeli sebuah buku bacaan. Bahkan menjadi salah satu prasyarat yang "harus" ada di tengah-tengah mereka. Terlebih televisi telah memiliki kemampuan untuk membius, membohongi, dan melarikan masyarakat pemirsanya dari kenyataan-kenyataan kehidupan yang terjadi disekelilingnya.

Media televisi ini memang berjuang sekeras-kerasnya (walau kadang tidak terkontrol) agar masyarakat tergantung kepadanya. Mereka (stasiun televisi) berjuang agar para penonton tidak rela untuk mematikan televisi, sekalipun adanya remote-control di tangan, dan tinggal memencet dari tempat duduknya. Selayaknya bisnis (mengeluarkan biaya serendah-rendahnya, dan dengan keuntungan setinggi-tingginya), dalam media televisi yang dicari adalah bagaimana mereka mengeluarkan biaya produksi serendah-rendahnya, dan mampu mendapatkan iklan sebanyak-banyaknya.

Tayangan-tayangan televisi di Tanah Air kita saat ini memang didominasi oleh sinema elektronik (sinetron), acara musik, kuis maupun infotainment untuk menarik pemirsa. Tapi sebaliknya, program-program pendidikan dan agama mendapat porsi tayangan yang sangat kecil. Seperti contoh sekarang ini, saat ini banyak acara-acara televisi yang bertemakan ramadhan ya mungkin wajar karena ini bulan ramadhan dan negara kita mayoritas ber-agama islam. Tapi masih sangat di sesalkan ketika acara-acara tersebut masih jauh dari harapan bulan ramadhan. Pada waktu saat semua masyarakat kita hendak menjalankan ibadah saur, sewajarnya mereka menayangkan acara-acara yang bertajuk ceramah islami untuk menemani makan saur. Tapi nyatanya mereka malah mengisi/mengganti acara-acara ceramah tersebut dengan tayangan yang bersfat komersil seperti kuis, komedi, sinetron, dan acara-acara yang lebih menarik jika di bandingkan acara ke-agama-an. Jika dicermati lebih lanjut dan mendalam, pada hampir setiap program yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan dan agama sudah sangat kurang, bahkan tidak ditonjolkan sama sekali. Begitu pula, dalam program-program tersebut tidak jelas lagi batas-batas antara pendidikan, seni, dan agama. Semuanya sudah campur aduk sehingga sulit dibedakan mana aspek pendidikan, mana aspek seni, dan mana aspek agama.

Sedatinya sebagai media, televisi adalah bagian dari media massa. Media yang berfungsi sebagai alat komunikasi, informasi. Tetapi, yang terjadi saat ini, Televisi agak mengabaikan peran stategisnya dalam membimbing dan memimpin berkembangnya kualitas sumber daya manusia di tanah air kita atau bisa di bilang telah keluar dari tujuan utamanya. Mereka tidak lebih hanya sebagai pengasuh yang menina-bobokan pemirsanya, tetapi tidak mempunyai daya untuk membangun masyarakat. Bahkan citra yang lebih menonjol pada pertelevisian kita adalah pengeksploitasian, dan bukannya pengeksplorasian. Buktinya dalam beberapa tayangan. Televisi kita saat ini penuh dengan fatamorgana, hiperealitas dan bertendensi mengeksploitasi pemirsa. Misalnya tayangan sinetron, game zone/kuis, infotainment, reality show, dan lain-lain.

Mungkin ini sudah menjadi ciri/wajah televisi bangsa kita. Namun, membiarkan sistemik kerja televisi dalam meneror dan menghegemoni masyarakat tanpa kontrol dan pengawasan adalah sikap yang berbahaya dan sangat bodoh. Pasalnya, di setiap waktu, televisi selalu melancarkan teror, teror atas mental dan perilaku bangsa saat ini.

Pendek kata, sebagai primadona media saat ini, televisi telah memberikan imbas yang luar biasa besar bagi kehidupan masyatakat. Secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada perilaku dan pola pikir masyarakat Indonesia terutama pada anak-anak. Dan peranan ideal media Televisi sebagai salah satu media yang berfungsi sebagai serana pembelajaran dan pendidikan agar masyarakat kian memiliki sikap kritis, mandiri, dan kedalaman berfikir tidak sepenuhnya bisa terwakili. Tetapi malah membuat masyarakat menjadi bodoh, tidak kritis, apatis, eskapis, terlena, pemimpi, pelupa, pemistik, dan skeptis.

Bagaimana kita dalam mengkaji secara kritis wajah televisi kita.?

0 comments:

top

Post a Comment

Google Tool's

Blog Archive

Labels

Blog Tetangga

My Facebook

free counters

Messenger ID